Sabtu, 03 Oktober 2009

Indera Keenam, Ada di Pikiran


Oleh : Paranormal Abah Rahman

 MANUSIA, ditinjau dari filosofi suprantural, sesungguhnya, Cuma terdiri dari tiga unsur saja. Pikiran, roh dan jiwa. Memang, ada unsur abstrak lain seperti nyawa. Namun, karena pengertian nyawa berkait erat dengan organ jantung, maka ia dianggap tidak bisa disekutukan sebagai unsur suprantural bawaan. Nyawa jadi bagian mutlak misteri Ketuhanan. Lamban unsur tresendental.
 Tiga unsur suprantural di atas adalah sebentuk zat yang memiliki anatomi penuh. Dalam arti, dianugerahkan dalam bentuk abstrak dan bisa berubah atau diubah oleh manusia. Nyawa tidak bisa diubah sedikit pun. Hanya bisa musnah jika dikehendaki Maha Pencipta.
 Pengertian ini tidak terkait dengan hilangnya nyawa seseorang  karena rusaknya fungsi organ. Misal, jantung tertembus timah panas atau metabolisme tubuh kacau, kesehatan memburuk, lalu koma dan akhirnya titik. Nyawa melayang ke angkasa.

Tidak Terukur
 Sungguh pun, pikiran manusia merupakan hasil kerja organ bernama otak, namun katagori daya kerja pikiran tetap tidak memiliki batasan yang jelas. Dimensi pikiran tidak terukur, karena mampu melampaui kecepatan cahaya dan tidak dapat dihitung oleh waktu. Sedang kinerja jantung, masih memungkinkan ditelusuri lewat logika dan ilmu pengetahuan. Melalui ciri fisik, berupa degup jantung atau denyut nadi.
 Di sisi lain, misteri otak masih belum dapat diurai oleh daya pikir manusia itu sendiri. Penelitian terhadap misteri otak sebatai sentral dari seluruh daya kerja organ manusia juga belum sampai pada kesimpulan puncak. Semakin dibedah, ternyata malah semakin misterius.
 Spesifikasi otak yang terdiri dua bagian berlawanan, otak besar dan otak kecil, lalu otak besar dibagi lagi jadi otak kanan dan kiri, masih merupakan misteri tersendiri bagi ilmu pengetahuan.

Otak Mengendalikan Otak
 Barangkali, tidak ada yang pernah berpikir, otak sesungguhnya dapat dijadikan objek oleh otak itu sendiri. Misal, otak memerintah otak untuk mengendalikan organ lain di luar panca indera. Sepreti alur darah, ketukan nafas, relfeksi otot dan sejenisnya. Selama ini, mekanisme kerja organ tersebut, dianggap sudah memiliki mekanisme baku.
 Otak cuma disimpulkan sebagai subjek atas segala bentuk aktivitas organ manusia. Padahal, melalui seni meditasi, otak dapat dikendalikan secara supranatural oleh otak. Otak menjadi subjek sekaligus objek bagi otak.
 Dari penjabaran singkat di atas, tentu, otak bisa ditempatkan sebagai bagian yang lebih memiliki nilai suprantural dibanding nyawa. Memang harus diakui, nyawa juga memiliki aura dan bersifat abstrak. Sama seperti roh, jiwa dan pikiran. Namun dalam proses bermeditasi, unsur nyawa sama sekali tidak memberikan kontribusi. Ia sekadar lambang gaib di tubuh manusia.
 Di sisi lain, meski nyawa, sesungguhnya tidak berumah di jantung, toh, jantung tetap dianggap sebagai unsur paling pokok munculnya pengertinya nyawa. Dalam kehidupan sehari hari orang Jawa pada zaman dahulu, sering tersiar kabar tentang rojo pati atau pembunuhan berdarah yang berakibat seseorang kehilangan nyawa, oncat nyawane. Peristiwa berdarah itu selalu disertai pemahaman, jantunge wis mandeg. Sudah terjadi penyetopan kinerja jantung.

 Poros Abadi
 Dalam khasanah budaya Jawa, pikiran adalah pancer atau poros abadi dari seluruh kinerja organ manusia. Baik secara fisik maupun non fisik, supranatural, spiritual, gaib dan sebangsanya dan sejenisnya. Fungsi pikiran jadi barometer panca indera.
 Acapkali orang menyalahartikan, indera keenam ada pada indera perasa dan disebut kepekaan rasa. Dalam ilmu biologi, indera perasa sendiri, ada di lidah manusia.
 Pada hakikatnya, indera keenam tidak dilahirkan indera perasa. Tapi lahir dari pikiran atau hasil daya kerja otak.
 Jadi, disamping berfungsi mengendalikan panca indera, otak manusia juga jadi pusat indera lain yang mengandung daya supranatural. Maka dari itu, otak disebut pancer oleh ilmu kebatinan Jawa.
 Sedemikian fantastisnya kekuatan indera keenam, akhirnya memikat perhatian banyak orang. Mereka berharap, keajaiban indera tersebut terjadi juga di tubuhnya. Lalu mereka berhalusinasi dan berfantasi, dengan mengolah sedemikian rupa daya khayalnya. Khayalan itu dikelola sedemikian rupa dan diseragamkan dengan kisah kisah fenomenal tentang indera keenam, yang sempat tersiar dari mulut ke mulut. Lama kelamaan mereka pun terjerumus dan mengabdi kepada fantasi rekaannya tersebut.
 Meski cuma fantasi, ternyata, mereka juga merasa perlu mencari pengesahan dari orang lain. Lewat beragam argumentasi dan setumpuk kisah picisan sebagai alasan pembenar. Dengan cara itu, mereka berharap, diakui sebagai manusia dengan indera keenam. “Namanya juga, fantasi……”
 Dunia fantasi dilahirkan otak kecil yang menyimpan memori, mimpi, halusinasi, ilusi, perasaan melankolis dan sejenisnya. Segala bentuk informasi tentang kejadian suprantural yang pernah di dengar, juga masih tersimpan di otak besar. Secara otomatis, otak besar menyuplai informasi ke otak kecil, karena orangnya sedang sibuk berfantasi. (*)

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Hai, jadi dimana letaknya indera keenam itu sebenarnya...........

PARANORMAL ABAH RAHMAN mengatakan...

ya, di pikiran itu sendiri sebenarnya....